Umat Islam yang mampu, dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Potret historis qurban adalah ketaatan seorang hamba terhadap perintah sang kholiq yang pada akhirnya digantikan dengan daging kurban. Hal ini menunjukkan bahwa penyembelihan binatang kurban mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual (ketaatan hamba atas sang khloliq) dan munculnya kepekaan terhadap rasa saling berbagi dengan sesama (saleh sosial) yg diwujudkan dengan pembagian daging kurban.
Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transendental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan yang sangat luas.Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.
Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.
Makna Qurban
Lalu apa makna dari perintah berkurban? Melaksanakan ibadah kurban tidak semata-mata ibadah yang berhubungan dengan Sang Pencipta, namun lebih bermakna sosial. Inti pesan ibadah kurban adalah solidaritas, kepedulian kepada orang yang membutuhkan. Hanya sedikit dari orang banyak yang sadar.
Hanya sedikit dari orang yang sadar itu yang mau berjuang. Dan hanya sedikit dari yang berjuang itu yang mau berkurban.
Hanya sedikit dari orang yang sadar itu yang mau berjuang. Dan hanya sedikit dari yang berjuang itu yang mau berkurban.
Pengorbanan sesungguhnya bukan hanya harta benda, melainkan juga jiwa, raga, ketulusan hati dan pikiran yang semata-mata karena mengharap ridho Allah. Seorang yang beriman, akan memberikan sesuatu yang paling dicintainya kepada Allah SWT, seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.
Wassalam
Wallahu A'lam Bi Showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar